Hadits Arba'in Nawawi Terjemah Bahasa Jawa dan Indonesia (Hadits ke 5) - Mujib's Blog

Hadits Arba'in Nawawi Terjemah Bahasa Jawa dan Indonesia (Hadits ke 5)


عَنْ أُمِّ المُؤمِنِينَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: مَنْ أَحْدَثَ فِيْ 
أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ  رَوَاهُ اْلبُخَارِي وَمُسْلِم، وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Terjemah Jawa :
“Den cerita ake saking Ummul Mu’minin Ummu Abdillah  Aisyah Radliyallahu ‘anha, turene Rasulullah sampun dawuh : “Utawi sapane wong kok ngana-ngana ake perkara kang anyar ingdalem perkara agama, se perkara kuwi mau ora kita perintahake, mangka perkara mau katolak.” Den riwayatake dening Imam Bukhari. Lan ingdalem riwayate Imam Muslim : “utawi sapane wong nglakoni perkara amalan kang ora cocok karo syari’at kita, mangka amalan kuwi mau den tolak.”

Terjemah Indonesia :
“Diceritakan dari Umuul Mu’minin Ummu Abdillah  Aisyah Radliyallahu ‘anha, katanya Rasulullah saw bersabda : “Barangsiapa mengada-ngadakan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami ini, yang tidak kami perintahkan, maka hal itu ditolak.” Diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Dan dalam riwayat Imam Muslim berbunyi : “Barangsiapa mengerjakan sesuatu amalan yang tidak cocok dengan syari’at kami, maka ia ditolak.” 

Hadits ini merupakan dasar hukum yang sangat penting sehingga baik sekali untuk dihafalkan. Hadits ini dengan jelas menolak bid’ah dan segala hal yang baru diadakan dalam urusan agama. Ibnu Abdisan membagi bid’ah itu kedalam lima hukum : Pertama, Wajib seperti mempelajari ilmu nahwu, ilmu Al-Qur’an dan Assunah yang rumit-rumit, yang dapat membantu dalam pemahaman ilmu syari’at. Karena jika ilmu-ilmu tersebut tidak dipelajari sangat bisa dimungkinkan islam akan mengalami kemunduran diakibatkan oleh tidak pahamnya orang islam terhadap aturan-aturan agamanya sendiri.

Kedua, Haram seperti Qadariyah, Jabbariyah, dan Mujassiyah.

Ketiga, Sunnah seperti mendirikan Pesantren-pesantren, Madrasah-madrasah. Bid’ah seperti sangat membantu dalam keberlangsungan ilmu agama islam, karena di Pesantren dan Madrasah kajiannya adalah ilmu agama. Walau demikian di Pesantren bukan berarti tidak membahas ilmu umum. Justru sebaliknya, di Pesantren zaman sekarang banyak sekali yang penyampaian materinya menyangkut hal kekinian. Hal ini dikarenakan para santri memang membutuhkan hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Keempat, Makruh seperti menghias masjid-masjid dan mushaf. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa dengan mushaf yang bagus, membuat oarang ingin memiliki dan kemungkinannya membaca dengan hati yang bahagia disebabkan model mushaf yang sesuai dengan harapan.

Kelima, Mubah seperti berjabat tangan setelah sholat asar. Jadi karena hal ini dihukumi mubah, maka tidak masalah jika seseorang berjabat tangan setelah sholat asar.

Almaliqi menceritakan bahwa Harun Ar-Rasyid meminta izin kepada Imam Syafi’i ra agar ia diperkenankan menikahi jariyah yang ditinggalkan oleh saudaranya Musa Alhadi. Dahulu saudaranya telah memintanya bersumpah, jika jabatan khalifah itu jatuh ketangannya ia tidak akan mendekati sahaya. Maka Harun Ar-Rasyih bersumpah dengan berbagai sumpah, diantara sumpahnya adalah jika ia melanggar sumpahnya maka ia akan berjalan ke Mekah tanpa menggunakan alas kaki. Kisah ini sangat populer sekali dikalangan para ahli sejarah.

Ketika Alhadi meninggal dunia, maka Harun Ar-Rasyid minta izin pada Imam Syafi’i supaya dapat menikahi hamba sahaya tersebut. Namun Imam Syafi’i tidak mengizinkannya. Maka kemudian Harun Ar-rasyid mengancam Imam Syafi’i. Setelah itu jadi gundahlah Imam Syafi’i sampai akhirnya beliau tertidur di tempat sholatnya. Dalam tidur itu beliau bermimpi seakan-akan sedang dihadapan Allah swt kemudian ada suara “Ya Muhammad (Imam Syafi’i), tetaplah pada agama Muahmmad dan jangan menyimpang darinya yang akibatnya engkau akan menjadi sesat dan menyesatkan orang banyak. Bukankah seorang imam yang memimpin umat. Jangan takut darinya (Harun Ar-Rasyid).”

Kemudian beliau disuru membaca suatu ayat. Beliau pun terbangun kemudian membaca ayat yang diperintahkan untuk dibaca. Ketika masuk shalat subuh beliau mengantuk sehingga beliau tidur-tiduran, anatara sadar dan tidak sadar ia mendengar suara : “Harun Ar-Rasid menyuruh orang untuk menjemputmu maka engkau jangan takut. Jika engkau dalam perjalanan menemuinya, maka bacalah doa orang takut, niscaya engkau tidak akan menjumpai kecuali hal-hal yang baik saja.” Kemudian beliau bangun dan membaca doa tersebut.

Baru saja beliau selesai membaca doa itu, tiba-tiba ada orang mengetuk pintu. Ketika pintu itu dibuka beliau melihat Rabi, perdana mentri Harun Ar-Rasyid berdiri disana. Kemudian ia berkata : “Tuan, Khalifah meminta tuan datang menemuinya.” Kemudian Imam Syafi’i berdiri dan pergi bersama perdana mentri itu  menemui sang khalifah. Ketika sampai disana, khalifah berdiri dari tempat duduknya dan berkata “Anda memang seorang muslim yang baik dan imam teladan. Orang seperti anda tidak takut terhadap celaan orang dalam menegakkan agama Allah. Ketahuilah wahai fakih, tadi malam saya mendapat teguran berkaita deangan dirimu. Maka pulanglah engkau dengan terpelihara.”
Kemudian HarunAr-Rsyid memberi beliau hadiah berupa uang sepuluh ribu dinar. Lalu uang tersebut dibagi-bagikan di depan khlaifah. Kemudian beliau pulang. Yang demikian itu adalah berkat berpegang teguh pada sunnah penghulu para Rasul. Semoga Allah swt merahmati beliau. Amiin

Demikianlah terjemah hadits arba’in nawawi yang kelima dengan sedikit penjelasannya. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Apabila dalam penerjemahan tersebut masih ada yang kurang atau mungkin salah, maka sudilah kiranya bagi para pembaca yang budiman untuk memberikan masukan dan komentarnya. Astaghfirullah Al-adhiim.

Comments


EmoticonEmoticon