Kisah Syaikh Abdul Qadir yang Selalu Berkata Benar - Mujib's Blog

Kisah Syaikh Abdul Qadir yang Selalu Berkata Benar


اَلاَ لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الْكَاذِبِيْنَ
Ingatlah bahwa laknat Allah itu kepada orang-orang yang berdusta

Wahai saudaraku,ketahuilah bahwasanya berbohong merupakan suatu sifat yang tercela dan dibenci oleh Allah swt. Karenanya hendaklah kita sebagai orang yang berbudi dan memiliki akhalaq untuk senantiasa berkata benar. Karena Allah akan memberi pahala terhadap orang-orang yang berkata benar.

Barangsiapa berkata benar maka akan selamat dari laknat Allah, namun sebaliknya, barangsiapa berkata bohong maka laknat Allah, malaikat dan seluruh makhuk akan menghampirinya. Terlebih lagi orang yang suka berbohong hidupnya tidak akan merasa tentram dikarenakan apa yang dia sembunyikan. Berikut akan saya sajikan sebuah cerita yang ternukil di kitab Irsyadul Ibad tentang Syikh Abdul Qadir yang selalu berkata benar. Semoga Allah merahmatinya.

Ibnu Hibban meriwayatkan hadits dari Siti Aisyah ra berkata “tidak ada suatu akhlaq yang paling di benci oleh Rasul daripada bohong. Bila beliau melihat seseorang memiliki sifat bohong maka aku dibencinya. Tidak akan pudar kebencian itu hingga orang tersebut mulai bertaubat.”

Al-Yafi’i bercerita dari Abu Abdillah Muhammad bin Muqatil berkata “aku pernah berkumpul dengan Syikh Abdul Qadir lantas ada orang yang bertanya kepadanya : Apakah dasar pengabdianmu terhadap Allah swt ?, beliau menjawab : Atas dasar berkata benar dan aku tidak pernah berkata bohong.”

Pada waktu aku masih kecil di desa, aku keluar dari rumah untuk mengikuti lembu yang membajak di sawah ladang, lalu aku memandang lembu itu, tahu-tahu lembu itu berkata kepadaku “Wahai Abdul Qadir bukan untuk itu kau di ciptakan oleh Allah swt dan bukan untuk pekerjaan yang sedemikian ini, engkau diperintah.” Akhirnya aku pulang kekampung dalam keadaan takut.

Lantas aku melihat dari atas rumah, ternyata terlihat olehku banyak orang haji yang sedang melakukan wukuf di Arafah. Aku langsung datang kepada ibuku dan berkata kepadanya “berilah aku uang lillahi ta’ala. Dan berilah aku izin untuk pergi ke kota Baghdad. Aku ingin sekali belajar disana dan berkunjung ke rumah orang-orang shalih. Kemudian ibuku bertanya sebab apa yang membuatku ingi pergi ke Baghdad. Akupun bercerita kepada ibuku tentang kejadian yang terjadi di ladang. Lantas ibuku pergi mengambil uang sebanyak delapan puluh dinar dari warisan ayahku. Aku diberi empat puluh dinar dan yang empat puluh dinar diberikan kepada saudaraku. Ibu membuat saku dibawah ketiak bejuku sebagai penyimpanan uang tersebut.

Setelah itu ibuku baru mengizinkan aku untuk pergi ke Baghdad. Dia berpesan kepadaku untuk selalu berkata benar dalam setiap keadaan. akupun keluar dengan mengucapkan salam terakhir. Kemudian ibuku berkata “Pergilah, aku sudah menitipkan keselamatanmu kepada Allah swt agarkamu memperoleh pemeliharaanNya, kiranya inilah raut muka yang aku tidak melihatnya sampai hari kiamat.

Akupun berjalan bersama kafilah unta yang memiliki beberapa orang anggota menuju Baghdad. Ketika kami melewati suatu tempat yang disebut Hamdan. Kemudian ada empat puluh orang pengendara kuda, kemudian mereka merampas semua harta yang dimiliki rombongan kafilah. Satupun perampok itu tidak ada yang bertanya kepadaku. Akhirnya ada salah seorang dari mereka yang bertanya “ Wahai fakir,apa yang kamu bawa ?” kemudian aku menjawab “aku membawa empat puluh dinar” perampok itu bertanya lagi “dimanakah akmu letakan uang itu?” kemudian aku menjawab “Aku letakan di saku yang terjahit rapat dibawah ketiakku” rupanya perampok itu mengira aku telah menghinanya, sehingga ia pun pergi meninggalkanku”.

Ada satu orang lagi bertanya kepadaku sebagaimana yang ditanyakan perampok oleh perampok yang pertama tadi. Akupun menjawab sebagaimana jawaban yang pertama tadi. Dia tidak menghiraukanku dan pergi begitu saja.

Akhirnya dua orang yang bertanya kepadaku datanglah pemimpinnya, kemudian memberitahukan apa yang aku katakan pada mereka berdua. Sang pemimpin berkata kepada anak buahnya “panggillah dia kesini” akupun dibawa ketempatnya. Ternyata mereka sudah membagi uang rampasannya.lalu mereka bertanya “apayang kamu bawa?” aku menjawab “empat puluh dinar” mereka bertanya lagi “Sekarang dimanakah empat puluh dinat itu ?” aku menjawab “Berada disaku yang terjahit rapat dibawah ketiakku” pemimpin mereka memberiperintah pada anak buahnya untuk memeriksaku dan membuka saku ketiakku. Akhirnya ditemukanlah uang sebanya empat puluh dinar.

Kemudian pemimpin itu berkata padaku “Apakah yang mendorongmu untuk mengaku sehingga mengatakan yang sebenarnya ?” aku berkata “Ibuku memerintahkan kepadaku untuk berkata benar, aku tidak berani cidera (bohong) padanya” kemudian perampok itu menangis dan berkata “Engkau tidak berani cidera kepada janji ibumu, sedangkan aku sudah beberapa tahun cidera denga janji Tuhanku” akhirnya sang pemimpin bertaubat kedapa Allah di pangkuanku. Lalu beberapa temannya mengatakan “Kamu adalah pemimpin perampok diantara kami, sekarang kamu juga yang pertama kali melakukan taubat.” Kemudian mereka juga ikut bertaubat bersama pemimpinnya di hadapanku.

Akhirnya mereka mengmbalikan semua harta yang dirampas kepada kafilah. Pemimpin merekalah yang pertama bertaubat dihadapanku. 

Ketauhilah wahai sadaraku,sesungguhnya bohong itu terkadang di perbolehkan bahkan terkadang bohong itu justru diwajibkan. Pada pokonya, setiap tujuan yang terpuji yang bisa dicapai dengan berkata benar atau bohong maka tidak boleh berkata bohong. Bila hanya bisa dicapai dengan berkata bohong saja maka diperbolehkan berbohong, bila tujuan itu memang benar-benar diperbolehkan oleh syara’. Bisa jadi wajib ketika tujuan yang akan di perolehnya termasuk diwajibkan, seperti melihat seorang muslim yang sedang bersembunyi dari ancaman orang dzalim yang akan membunuhnya atau menyiksanya. Jadi bohong disini adalah wajib, sebab memelihara darah seorang muslim adalah kewajiban. Begitu juga bila seorang dzalim bertanya bertanya tentang barang titipan yang akan diambilnya. Maka bagi orang yang dititipi harus berbohong. Bahkan bila disuruh bersumpah juga diperbolehkan melakukannya, namun hendaknya menggunakan tauriyah (menggunakan kalimat yang memiliki dua arti,ada salah satu dari dua arti jarang dipakai,sehingga pendengar memiliki pemahaman ini, tapi yang kita maksudkan bukan yang ia (pendengar) pahami). Bila tidak menggunakan tauriah maka kena kafarat. Menurut beberapa ulama bukan hanya diperbolehkan bersumpah bahkan malah diharuskan.

Sebagai contoh tauriah ialah ketika ada orang yang bertanya tentang perzinaan yang dilakukan, maka diperbolehkan tidak mengakuinya sekalipun dengan berkata bohong, orang tersebut boleh berkata “Aku tidak melakukannya” dan berkata “Allah lebih tau apa yang aku lakukan”. kalimat tersebut memiliki dua arti yaitu yang pertama : Allah yang mengetahui bahwa aku tidak berbuat sedemikian. Kemudian arti yang kedua : Allah mengetahui apa yang saya lakukan tentang masalah tersebut.

Biasanya pendengar memahami arti yang pertama. Padahal yang kamu maksudkan adalah arti yang kedua. Demikianlah boleh dilakukan bila keadaan yang memaksa.

Semoga Allah menghimpun kita kelak di hari kiamat bersama golongan orang-orang yang berkata benar. Amiin....

Comments


EmoticonEmoticon